POSMETRO MEDAN,Medan— Warga Jalan Karya, Kelurahan Karang Berombak, Kecamatan Medan Barat, mendadak berubah gaduh, Senin 17 Juli 2025 pagi.
Seorang pria berusia 35 tahun tertangkap basah mencuri kotak infaq di Masjid As-Safiiyah, yang terletak persis di depan Rumah Sakit Sufinah Azis. Warga yang memergoki aksinya langsung mengamankan pelaku.
Namun, suasana yang semula tegang berubah haru setelah mendengar pengakuan pelaku. Di hadapan warga, pria itu mengaku nekat mencuri bukan karena motif kejahatan, melainkan karena keputusasaan membayar biaya sekolah anaknya.
"Saya bukan pencuri. Saya cuma ayah yang bingung harus cari dari mana lagi uang untuk bayar kebutuhan sekolah anak," ucapnya lirih, dengan mata berkaca-kaca.
Pengakuan itu sontak mengundang simpati sekaligus menggugah kesadaran publik. Di tengah slogan pemerintah tentang pendidikan gratis, kenyataannya orang tua siswa masih dibebani berbagai pungutan seperti seragam, atribut sekolah, hingga sumbangan komite. Semua itu menjadi "biaya tersembunyi" yang tak tertulis, namun nyaris wajib dipenuhi.
Kisah pilu ini menjadi cermin ketimpangan sistem pendidikan nasional. Pendidikan memang diklaim gratis, tapi biaya-biaya non-resmi terus membebani keluarga berpenghasilan rendah. Dan ketika kebutuhan mendasar seperti pendidikan tak bisa diakses tanpa tekanan ekonomi, maka kriminalitas kecil kerap muncul, bukan dari niat jahat, tapi dari himpitan hidup.
Kasus ini menjadi tamparan bagi semua pihak: pemerintah, sekolah, dan masyarakat. Sudah saatnya janji pendidikan gratis tidak hanya menjadi jargon, tetapi benar-benar dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat—terutama mereka yang paling membutuhkan.
Apakah ini sekadar cerita seorang ayah yang putus asa, atau potret kegagalan sistem yang sudah terlalu lama diabaikan? Yang jelas, anak-anak tak seharusnya kehilangan masa depan hanya karena orang tuanya tak punya cukup uang untuk membeli seragam.
(Rez)