POSMETRO MEDAN, Medan-Pertanyaan besar tengah menggantung di benak publik Medan: ke mana perginya uang pajak reklame, restoran, hingga PBB yang setiap tahun ditarik dari warga dan pengusaha? Angka triliunan rupiah yang seharusnya menjadi darah segar pembangunan kota justru terkesan "menguap" di jalanan. Realisasi target Pendapatan Asli Daerah (PAD) nyatanya kerap jauh dari harapan.
Ironisnya, di lapangan warga tetap patuh membayar, pengusaha juga menyetor kewajiban, tapi kota seolah tak pernah benar-benar menikmati hasilnya. Jalanan masih berlubang, pelayanan publik setengah hati, dan wajah kota tidak mencerminkan potensi besar yang dimiliki. Situasi ini menimbulkan kecurigaan adanya kebocoran serius dalam sistem pajak.
Celah kebocoran diduga bukan sekadar dari wajib pajak nakal. Lebih jauh, praktik manipulasi justru disinyalir melibatkan oknum aparat pajak. Dari permainan mark-up, data ganda, hingga setoran fiktif, semua membuka ruang transaksi gelap yang merugikan kas daerah.
Sektor reklame, misalnya, dipenuhi papan iklan raksasa yang entah benar-benar tercatat atau tidak. Restoran pun rawan melaporkan omzet palsu, terlebih bila ada "toleransi" dari petugas. Bahkan pada PBB, masyarakat sering mengeluhkan pungutan liar, sementara dana resminya justru tak sampai ke kas.
Publik pun bertanya-tanya: siapa yang sebenarnya bermain di balik layar? Bagaimana mungkin kota dengan potensi pajak sebesar ini tidak mampu membiayai pembangunan dasar? Apakah uang rakyat hanya berakhir di kantong-kantong gelap? Keluhan warga yang menyebut "seandainya pajak benar-benar masuk, Medan pasti lebih maju" adalah tamparan keras bagi pemerintah.
Instruksi wali kota agar Bapenda menutup kebocoran memang patut diapresiasi. Namun, publik sudah jenuh dengan sekadar perintah. Yang dibutuhkan adalah tindakan nyata: audit menyeluruh, sistem digital yang transparan, serta penindakan hukum tegas tanpa pandang bulu.
Selama celah ini dibiarkan, pajak hanya akan menjadi momok bagi warga, bukan instrumen pembangunan. Uang rakyat berhak kembali ke rakyat dalam bentuk jalan mulus, pelayanan publik yang baik, dan wajah kota yang lebih layak. Jika tidak, maka setiap rupiah pajak yang dibayarkan hanyalah korban berikutnya dari permainan kotor yang tak kunjung diberantas.(Reza)