POSMETRO MEDAN,Medan—Ketika kabut pagi perlahan menyelimuti hamparan bukit teh di Sidamanik, terdengar suara Rony Reynaldo Situmorang. Bukan lewat pengeras suara, apalagi dari panggung kampanye, melainkan dalam sebuah forum kecil di beranda rumah kayu, tempat ia berdiskusi hangat bersama warga dan petani. Topiknya krusial: ancaman konversi kebun teh menjadi perkebunan sawit.
"Kalau ini kita biarkan, bukan cuma teh yang lenyap. Air tanah, udara segar, dan harapan ribuan warga juga ikut musnah," kata Rony, anggota DPRD Sumut dari Dapil 10, dengan sorot mata serius.
Isu konversi lahan bukan hal baru. Namun, yang membedakan kali ini adalah cara delapan legislator Dapil 10 menanganinya—bukan dengan retorika, tetapi melalui advokasi nyata sejak 2022.
Sidamanik di Persimpangan Sejarah dan Kapital
Kecamatan Sidamanik dan Pematang Sidamanik telah dikenal sejak era kolonial sebagai penghasil teh utama di Sumatera Utara. Namun, dalam dua tahun terakhir, PTPN IV disebut-sebut tengah merencanakan alih fungsi sebagian kebun teh menjadi kebun sawit.
Langkah ini memicu kekhawatiran luas dari warga, akademisi, hingga aktivis lingkungan. Delapan legislator dari Dapil 10 pun menyatakan penolakan, antara lain Mangapul Purba, Gusmiyadi, Rony Reynaldo Situmorang, Timbul Jaya Sibarani, Dharma Putra Rangkuti, Partogi Sirait, Hefriansyah, dan Dasa Sinaga.
Namun, tak banyak yang tahu bahwa Rony merupakan salah satu figur kunci di balik tekanan politik terhadap isu ini sejak awal.
"Saya bukan aktivis lingkungan," ucapnya merendah. "Saya hanya mewakili rasa takut warga yang selama ini diabaikan," lanjutnya.
Dari Sidamanik ke Senayan: Jejak Advokasi