POSMETRO MEDAN,Medan — Suasana di Aula Mawar Kantor Bupati Asahan, Rabu (8/10/2025) menjadi pusat perhatian. Di ruangan itu, para legislator dan pejabat daerah berdiskusi serius tentang satu hal penting: bagaimana menjadikan hutan bukan sekadar kawasan lindung di atas peta, tetapi juga sumber kesejahteraan bagi masyarakat yang hidup di sekitarnya.
Kunjungan kerja Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Sumatera Utara ke Kabupaten Asahan kali ini membawa misi yang berbeda. Mereka tidak hanya menyerap aspirasi, tetapi juga mendalami langsung pengalaman dan permasalahan kelompok tani hutan (KTH) sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Perhutanan Sosial.
Rombongan dipimpin oleh Ketua Bapemperda DPRD Sumut Darma Putra Rangkuti, S.Hut., M.Si. (Fraksi Golkar), didampingi sejumlah anggota lintas fraksi, antara lain: Palacheta Subies Subianto (Golkar), Hasyim, SE, dan Meryl Rouli Sauli Saragih, SH, MH (PDI Perjuangan); Dr. Drs. H. Aripay Tambunan, MM (Gerindra); Assoc. Prof. Dr. Usman Jakfar, LC, MA dan Ahmad Hadian, S.Pd.I, MAP (PKS); Ir. H. Yahdi Khoir Harahap, MBA (PAN); serta Ir. Loso Mena (PKB).
Mereka diterima oleh jajaran Pemerintah Kabupaten Asahan, bersama perwakilan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Sumut, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Bappeda, Biro Hukum Setdaprovsu, UPT KPH Wilayah III, Balai Pengelolaan DAS Asahan–Barumun dan DAS Wampu–Sei Ular, serta Balai Pengelolaan Hutan Lestari.
Memberi Akses Legal, Menjaga Kelestarian
Menurut Yahdi Khoir Harahap, Ranperda ini dirancang sebagai payung hukum agar masyarakat sekitar hutan mendapat akses legal dalam mengelola dan memanfaatkan hasil hutan secara berkelanjutan.
"Perhutanan sosial bukan hanya soal izin, tapi perubahan paradigma. Hutan untuk kesejahteraan rakyat, tapi hutan harus tetap lestari," tegas Yahdi.
Melalui kebijakan ini, masyarakat diharapkan dapat mengembangkan hasil hutan bukan kayu seperti madu, rotan, tanaman obat, hingga ekowisata tanpa merusak ekosistem. Ranperda ini juga menekankan perlindungan hak masyarakat adat, pemberdayaan ekonomi lokal, serta pengawasan berbasis kemitraan antara masyarakat, pemerintah, dan perusahaan.
Harmonisasi Regulasi Jadi Kunci
Sementara itu, Ketua Bapemperda DPRD Sumut Darma Putra Rangkuti menegaskan pentingnya sinkronisasi antarinstansi, agar pelaksanaan perhutanan sosial di daerah tidak terkendala oleh tumpang tindih regulasi.
"Kita ingin perda ini tidak hanya hidup di atas kertas, tapi bisa langsung dirasakan manfaatnya oleh rakyat," ujarnya.
Kunjungan ke Asahan ini juga menjadi ruang dialog terbuka antara pemerintah, kelompok tani, dan lembaga pengelola hutan. Dari hasil diskusi, ditemukan masih banyak kendala administratif dan batas kawasan yang belum jelas, yang selama ini membuat masyarakat sulit memperoleh akses legal pengelolaan hutan.
Suara dari Lapangan
Dalam sesi dialog, sejumlah perwakilan kelompok tani hutan (KTH) menyampaikan harapan agar pemerintah daerah mempercepat legalisasi izin perhutanan sosial serta memperkuat pendampingan teknis di lapangan.
"Kami siap menjaga hutan, asal diberi hak dan kepastian," ujar seorang anggota KTH di sela diskusi.
Harapan Baru dari Asahan
Forum tersebut akhirnya melahirkan semangat baru. Bahwa pembahasan Ranperda bukan hanya soal pasal demi pasal, melainkan tentang merumuskan ulang hubungan antara rakyat dan hutan, bahwa kesejahteraan dan kelestarian bukan dua hal yang saling bertentangan, melainkan dua sisi dari kebijakan yang bijak.
Menjelang sore, ketika langit Asahan mulai meredup, pertemuan di Aula Mawar pun usai. Namun, di benak para peserta tumbuh keyakinan baru: melalui Ranperda Perhutanan Sosial, hutan bukan lagi milik birokrasi, tetapi bagian dari kehidupan rakyat yang menjaganya. (Erni)